Tahukah Kamu Siapa Ksatria Pembebas Al Quds?

#14Dzulhijjah1444H #Mariketahui

Tahukah Kamu Siapa Ksatria Pembebas Al Quds?

Sahabat HOTS Fillah,
Pada tanggal 2 Oktober 830 tahun lalu, tinta sejarah telah mencatat peristiwa besar dalam peradaban Islam, khususnya bagi negara Palestina. Peristiwa besar tersebut adalah pembebasan kota suci Al Quds dan Masjid Al Aqsha oleh sang ksatria Islam. Nah tahukah kamu siapa kstaria tersebut?

Dia adalah Shalahuddin Al Ayyubi. Nama lengkapnya adalah Yusuf bin Najmuddin Al Ayyubi (يوسف بن نجم الدين). Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di Benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit.

Shalahuddin adalah seorang jenderal dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekah Hejaz dan Diyar Bakr. Ia juga terkenal di dunia Muslim dan Kristen karena kepemimpinan, kekuatan militer dan sifatnya yang ksatria dan pengampun pada saat ia berperang melawan tentara salib. Sultan Shalahuddin Al Ayyubi juga adalah seorang ulama. Ia memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab Hadits Abu Dawud.

Pengalaman hidupnya banyak dihabiskan di medan perang, dimulai usia 14 tahun Shalahuddin Al Ayyubi telah turut berangkat ke Damaskus sebagai tentara Sultan Nuruddin penguasa Baghdad saat itu. Karirnya mulai melejit ketika ia menaklukan Dinasti Fathimiyah (dinasti Syiah) karena menolak tunduk pada Dinasti Abbasiyyah.

Kemudian perhatiannya tertuju pada Baitul Maqdis, yang seharusnya menjadi kota ibadah yang damai, sejak Khalifah Umar bin Khattab membebaskan kota tersebut untuk pertama kalinya. Namun, peristiwa pembantaian berdarah terhadap penduduk Muslim di sana, telah mencoreng sejarah pembebasan Umar dan kejayaan Islam pada perang Yarmuk yang terjadi pada Senin, 5 Rajab 15 H (Agustus 636).

Pembebasan Al Quds dan Al Aqsha oleh Shalahuddin Al Ayyubi terjadi pada 27 Rajab 583 H H atau 2 Oktober 1187 M. Saat umat Islam di ambang kehancuran karena kemerosotan, kemunduran, kecintaan akan dunia, pertikaian dan perseteruan. Pasukan Salib tidak akan memasuki negeri-negeri Islam, menguasai tempat suci dan menduduki tempat isra’ Rasulullah kecuali mereka melihat keadaan umat Islam yang sedang mengalami kelemahan dan di ambang kehancuran.

🔵 Menuju Pembebasan Masjid Al Aqsha

Semenjak wafatnya Nuruddin sultan di Syam, terbukalah berbagai kesempatan lebar bagi Shalahuddin untuk menyatukan dunia Islam di bawah satu pemerintahan. Allah memberikan kesempatan itu dan ia berhasil menguasai kerajaan besar mencakup Irak, Syiria, Mesir dan Barqah. Setelah itu, Shalahuddin mulai melakukan persiapan untuk memerangi orang Barat dan membebaskan Al Quds.

Kasus pertama terjadi ketika Shalahuddin memerangi Reginald de Chatillon, raja Kark. Reginald menyerang kafilah dagang Shalahuddin pada 582 H. Padahal antara Shalahuddin dan pemerintahan negeri ini terjali perdamaian. Di antara klausul perdamaiannya adalah diizinkannya kafilah dagang Islam melintas dari Mesir ke Syiria atau sebaliknya dengan jaminan keamanan.

Shalahuddin marah besar dan bersumpah akan membunuh Reginald dengan tangannya sendiri. Setelah serangan keji ini, ia mulai bersiap mengumpulkan pasukan. Saat itu adalah waktu kembalinya jemaah haji. Penguasa Kark bersiap-siap untuk memburu dan menyerang kafilah itu ketika kembali. Sementara itu, ia juga bersiap-siap untuk melindungi mereka setelah mengumumkan jihad di semua penjuru negerinya. Para jamaah haji pun melintas dengan selamat dan mendoakan kemenangan bagi pasukan Shalahuddin.

🔵 Perang Hittin dan kemenangan Shalahuddin dan Umat Islam

Pasukan Salib yakin bahwa Shalahuddin akan memerangi mereka. Para pemimpin mereka menyatukan langkah dan mengumpulkan pasukan. Mereka bergerak ke Tiberias dan bertemulah dua pasukan besar ini di sebuah tempat yang bernama Hittin. Dalam sebuah strateginya, Shalahuddin berhasil memisahkan pasukan kavaleri berkuda dengan pasukan infantri. Pasukan musuh terpaksa mundur karena serangan sporadis yang mereka terima. Setelah terjadi pertempuran sengit antara dua pihak, ia meraih kemenangan mutlak.

Dengan kekalahan tersebut, hanya ada dua pilihan bagi pasukan salib, terbunuh atau tertawan. Para pemimpin salib hampir semuanya ditawan kecuali Balian D’Ibelin, Raymond III Tripoli, dan Joscelyn de Courtnay. Para pemimpin yang ditawan adalah Guy of Lusignan sebagai Raja Yerusalem, Reynald du Chattilon, Gerard de Ridefort, Uskup Lidde, Humphrey II de Toron, pemimipin ordo Hospitaller dan lain-lain.

Kemudian Shalahuddin berdiri dan mencela perbuatan buruk Reynald de Chatillon terhadap kafilah kaum muslim dan tindakan pelecehannya terhadap Rasulullah. Shalahuddin menawarkan Islam kepadanya tetapi ia menolak. Akhirnya Shalahuddin memenggal leher Reginald dengan tangannya sendiri untuk melaksanakan janji dan sumpahnya karena menghina Rasulullah ﷺ.

Berakhirlah perang Hittin dan kemenangan mutlak di tangan para mujahidin. Setelah itu pasukan Shalahuddin bergerak ke pelabuhan Acre. Kemudian menaklukkan kota-kota yang dahulunya dikuasai pasukan salib: Acre, Tabnain, Sidon, Jubail, Beirut, Askalon, Ramlah, Ad Darum, Gaza, Bethlehem dan An Natrum.

🔵 Terbebasnya Masjid Al Aqsha dari Kekuasaan Salib

Sampailah Sultan Shalahuddin pada tujuan utamanya yaitu merebut kembali Baitul Maqdis. Beliau mengepung Jerussalem selama empat puluh hari, membuat penduduk di kota itu tidak dapat berbuat apa-apa dan mengalami kekurangan bahan pokok dan makanan. Waktu itu Jerussalem dipenuhi dengan orang-orang pelarian perang Hittin. Tentara pertahanannya sendiri tidak kurang dari 60,000 orang.

Akhirnya orang-orang salib itu yakin bahwa kemenangan tidak akan memihak kepadanya tetapi kepada kaum muslimin. Mereka kecewa setelah melihat daya juang umat Islam yang tidak takut mati. Kemudian mereka cenderung untuk berdamai, dan merekapun memilih berdamai.

Shalahuddin mengirimkan beberapa utusan kepada penduduk Al Quds untuk meminta mereka menyerahkan kota ini dengan beberapa syarat yang dia tentukan. Shalahuddin menyampaikan pada mereka, ”Sesungguhnya saya benar-benar meyakini bahwa Jerussalem adalah rumah Allah yang suci sebagaimana yang kalian yakini. Saya tidak ingin menimpakan kerusakan kepada rumah Allah ini dengan memblokade atau menyerangnya.”

Syarat-syarat perdamaian :

1) Penduduk Baitul maqdis yang laki-laki harus membayar 10 dinar, 5 dinar bagi wanita dan 2 dinar bagi anak-anak.

2) Orang yang tidak mampu membayar tebusan, maka menjadi tawanan perang

3) Semua hasil bumi, senjata dan rumah menjadi hak milik kaum muslimin dan orang-orang kristen pindah ke tempat-tempat yang aman bagi mereka yaitu kota Tsur.

4) Siapa yang tidak mentaati syarat-syarat ini dalam jangka waktu 50 hari akan menjadi tawanan.

Perdamaian ditandatangani dengan syarat di atas. Sultan Shalahuddin memasuki Al Quds pada hari Jumat tanggal 27 Rajab 583 H/1187 M. Sungguh perlakuan baik diperagakan Shalahuddin kepada para penduduk Al Quds. Kontras dengan apa yang dilakukan pasukan Salib ketika menduduki Al Quds dengan genangan darah.

#MetodeKauny #HafizhOnTheStreet #HOTSerDaerah #PejuangAlquran #HijrahItuMudah

FB | http://Facebook.com/hafizhonthestreet
IG | http://Instagram.com/hotsofficial_kauny
YT | https://bit.ly/Youtube_HOTSOfficial
Web | www.hafizhonthestreet.com
0821 5117 5117

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top